I LIKE PINK

kusuka dengan sebuah perubahan

Selasa, 24 Mei 2016

Galau lagi,,galau lagi

Kali ini saya mau sedikit cerita,,ehh mungkin agak panjang atau mungkin juga cukup panjang
Maklum,,efek galau berkepanjangan.

Ada baiknya mungkin diawali dulu dengan sejarah hidup saya.

Saya dibesarkan dalam keluarga yang harmonis, demokratis, bahagia (meski sering mendapat cobaan) dan juga disiplin, terutama oleh didikan bapak. Bapak saya orang yang humoris dan sangat baik,  tapi kalau masalah disiplin dan akademik dia termasuk orang yang sangat tegas. Sejak kecil saya terbiasa dengan didikan beliau yang selalu harus on time dalam segala hal, mulai dari bangun pagi, ke sekolah, tidur siang, sampai setelah maghrib dan makan malam tv harus dimatikan dan saya harus belajar serta mengerjakan tugas dari sekolah. Bahkan beliau sangat disiplin dengan tulisan saya di buku tulis, harus rapi dan tidak banyak coretan (di sini ceritanya cuma saya, karena adek ku Eki masih kecil). Jam 10 malam harus tidur. Tapi bukan berarti dia orang yang otoriter, yang membuat anak-anaknya jadi takut dengannya. Di hari libur saya diberi kebebasan nonton kartun dan menyewa komik,,yaa sejak kecil saya sudah diajarkan untuk cinta membaca.

Kebiasaan-kebiasaan inilah yang mungkin membangun saya menjadi orang yang seperti ini. Alhamdulillah saya selalu jadi juara di kelas, bahkan juara 1 umum sejak SD sampai SMA (hanya sekali sempat turun jadi juara 2 umum waktu SMP). . Kuliah S1 pun alhamdulillah lulus dengan predikat IPK tertinggi se Universitas. Beliau mengajarkan bahwa bermimpi itu harus tinggi,,itulah yang mendorong saya dulu ingin jadi dokter,,yaa tapi ujung-ujungnya malah masuk jurusan Biologi dan sekarang lagi ikut beasiswa calon dosen.

Mungkin segitu saja dulu sejarah hidup saya,,intinya saya ingin bercerita bahwa kehidupan akademik saya hingga lulus S1 berjalan dengan lancar (sekali lagi itu berkat didikan bapak dan mama juga tentunya). Padahal zaman S1 dulu, saya termasuk mahasiswa yang aktif berlembaga di organisasi mahasiswa semacam Himpunan Mahasiswa Biologi (ada beberapa pengalaman semasa menjabat yang saya tuliskan di blog ini), saya juga aktif di lembaga kepecintaan alam, dan beberapa kali naik gunung (waktu itu naik gunung belum mainstream seperti sekarang,,hanya beberapa mahasiswi yang mau ikut di organisasi ini,,sekarang mah jadi kekinian bingggooo)...lanjut...

Sampai akhirnya saya membulatkan tekad untuk lanjut S2 dengan beasiswa calon dosen dari pemerintah. Fikir ku saat itu,,daripada saya nganggur, mending ikut program beasiswa ini, gelarnya dapat, duit beasiswanya dapat, klo selesai bisa jadi dosen pulak, nominal beasiswanya pun lumayan besar, yang kalo saya jadi tenaga honorer d sekolah atau di Dinas tertentu belum tentu dapat segitu untuk sebulan. Saya bisa meringankan beban mama karena tidak perlu membiaya saya lagi, bahkan saya bisa bantu-bantu sedikit uang untuk mama dan eki (alhamdulillah terlaksana ji waktu masih ada beasiswa). Pilihan universitasnya nun-jauh dari kampung halaman, inginnya supaya menambah pengalaman, dan dengan naifnya mengabaikan nasihat beberapa orang bahwa untuk lulus di kampus ini agak susah. Jiwa muda masih membara hebat,,sehingga dengan yakin bisa lulus dalam 2 tahun.

Yaa,,,dan disinilah saya berujung,,hingga 2 tahun 9 bulan kuliah disini belum juga lulus (catet yah bukan karena tidak lulus mata kuliah, tapi lebih ke permasalahan bimbingan yang yahhhh,,sudahlah).  Saya tidak bilang kalau saya menyesal dengan pilihan saya, tapi sebagai manusia biasa ini lah yang mungkin dikatakan “galau tingkat dewa”. Di saat teman-teman lain seangakatan seperjuangan sudah selesai satu persatu, sedang saya belum juga sidang. Saya diberi tantangan lebih dibanding yang lain.
Benang merah dari cerita saya di awal adalah bahwa dulu saya bisa melewati masa akademik saya dengan lancar jaya, namun di jenjang S2 ini subhanallah berlikunya. Mungkin tantangan sejak SD dulu baru terakumulasi sekarang. Mulai dari tantangan waktu penelitian, yang proyeknya tiba-tiba di cancel (pernah saya ceritakan d blog juga). Jadi mau tidak mau harus pakai dana pribadi yang lumayan besar, bahkan sangat besar hingga menguras habis tabungan. Tantangan paling besar nya adalah menghadapi pembimbing yang tidak usah disebut namanya, sebut saja pembimbing 1 sebagai Bu Melati dan pembimbing 2 sebagai Bu Mawar (nahhh si Bu Mawar ini yang tantangan besarnya). Bu Melati dan Bu Mawar sering sekali beda pendapat yang akhirnya mengorbankan saya yang posisinya di tengah-tengah, meski alhamdulilllah seringkali berujung dengan Bu Melati yang mengalah. Kemudian galak dan moody nya Bu Mawar ini yang sering bikin senewen,,beberapa kali mengucapkan kata yang bikin air mata nyaris jatuh, kadang hari ini bilang begini, besok lain lagi. Tapi yang paling bikin dongkol itu kalo draft disimpan sampai sebulan lebih tanpa diperiksa, mau ditanyain beliaunya lebih marah, dibiarin saya nya yang rugi, rugi besar malah karena harus memperpanjang masa studi dan bayar spp sendiri. Beasiswa hanya sampai 2 tahun, jadi selebihnya itu pakai dana pribadi (lebih tepatnya dana sponsor dari keluarga yang tidak tentu jumlah dan kapan cairnya).

Secara pribadi saya memang dibuat galau dengan kondisi ini,,bahkan kadang dibuat jengkel setengah mati. Bukan hanya karena masa studi saya jadi lebih lama, tapi banyak hal-hal lain yang juga saya pertimbangkan. Pertama tentunya masalah dana, sejak tidak ada beasiswa terpaksa harus minta sama mama, yang niat awalnya lanjut S2 supaya tidak menyusahkan beliau malah semakin menyusahkan. Saya jadi pinjam uang beberapa kali sama kak Rajib karena malu dan tidak enak kalau terus-terusan menyusahkan mama –di usia yang mestinya saya produktif menghasilkan uang- , saya jadi harus menahan ego minta uang ke om dan tante. Dari dulu mereka memang selalu membantu financial akademik saya, terlebih setelah bapak meninggal, tapi tidak pernah saya yang minta langsung,,maklum ego saya terlalu tinggi untuk itu. Tapi sekarang apalah arti ego itu, om dan tante tidak mau kasih uang kalau bukan saya yang bilang langsung. Sementara mama juga pas-pasan keuangannya, saya tidak mau terlalu menyusahkan beliau.

Sedikit berfokus ke mama,,karena sebenarnya inilah yang paling memberatkan saya berada dalam kondisi ini. Seperti tadi yang saya bilang, niat awal lanjut untuk meringankan beban mama, dan utamanya saya ingin mendapat kerja yang lebih baik, saya ingin memperbaiki kondisi ekonomi keluarga saya. Kasihan mama saya yang sejak bapak meninggal, seorang diri mencari nafkah untuk saya dan eki. Sedikit banyak dia mirip dengan saya, beliau lebih memilih bersusah-susah kerja daripada harus pulang dan menggantungkan hidupnya pada saudara-saudaranya. Jadilah ia sosok paling tangguh dalam hidup saya yang berjuang dengan berbagai cara untuk membesarkan dan menyekolahkan saya dan eki (keluarga tetap ji membantu, tapi mama tetap survivor sejati). Itulah yang jadi motivasi besar saya ingin sukses,,demi beliau, supaya beliau tidak usah kerja banting tulang lagi dan bisa istirahat menikmati buah usahanya selama ini untuk saya dan eki. Tapi yang terjadi malah hingga saat ini saya masih terus-terusan menyusahkan beliau. Beliau tidak pernah mengeluh meski saya masih sering dikirimi uang dari beliau, beliau justru lebih khawatir pada keadaan hidup saya di sini. Tiap saya cerita bahwa pembimbing saya begini atau begitu, justru beliau yang lebih khawatir, beliau yang lebih pusing.  Atau kalau saya cerita bulan ini belum bisa sidang, mungkin bulan depan, sempat terdengar nada kecewanya, tapi kemudian memberi semangat kembali, seakan tidak ingin saya lebih terpuruk lagi oleh tekanan di kampus dan tekanan cepat selesai. Justru inilah yang semakin membuat hati saya sakit, bukan hanya karena belum lulus saja tapi karena melihat mama saya yang begitu pengertian di tengah harapannya yang besar pada saya. Beliau sangat mengerti bahwa tekanan saya sendiri dari pembimbing sudah cukup besar dan dia tidak mau menambah tekanan itu dengan memaksa saya segera selesai. Tapi saya tau bahwa dia menyimpan harapan besar pada saya untuk segera selesai, bekerja, hingga bebannya sedikit berkurang. Yah dia memang sudah cukup tua di usianya kini, begadang bikin kue, di terpa panas dan dingin waktu menjual tidak bisa lagi dia hadapi setangguh dulu, dan wajar rasanya setelah semua perjuangannya itu beliau menyimpan harapan besar pada anak sulungnya ini. Yahhh itu lah yang membuat saya semakin galau. Terkadang saya ingin cerita ke beliau masalah saya di sini dengan bahasa sesederhana mungkin agar beliau tidak ikut galau. Terkadang juga saya ingin memberi  janji untuk segera selesai agar ia tidak khwatir tapi takut malah nanti bikin kecewa kalau nyatanya masih butuh waktu lagi untuk selesai.

Terkadang yang membuat saya sedikit terhibur dengan keadaan ini, setidaknya berkat saya kuliah di jawa, sewaktu masih ada beasiswa saya sempat beli hp untuk eki, kasih uang jajan, dan sempat dua kali bawa mama jalan-jalan ke bogor dan jakarta. Pengalaman beliau ke jakarta dan bogor ini pulalah yang sering beliau banggakan di keluarga dan teman-temannya. Beliau sering bilang “kalau tidak kuliah ko d bogor kapan ka lagi bisa injak bogor sama jakarta,,nanti  S3 nya harus di luar negeri supaya pergi tong ka jalan-jalan ke luar negeri”. Mungkin ini kalimat penghibur dari beliau supaya saya tidak terus-terusan menyesali keadaan.

Yahh mungkin inilah yang jadi inti cerita saya kali ini, sebagian besar disebabkan kegalaun saya. Galau karena belum selesai, galau karena selalu menyusahkan orang lain, galau karena terus-terus membebani mama, dan utamanya galau karena belum bisa memenuhi harapan mama.

Di akhir saya kembali menuliskan harapan yang selalu saya panjatkan dalam doa-doa saya, agar saya segar selesai, bekerja dan mebahagiakan mama saya. Saya ingin beliau hidup sehat dan menikmati hari-harinya sebagaimana ibu-ibu pada umumnya, tanpa harus berfikir lagi bagaimana mendapatkan uang untuk saya dan eki. Saya ingin kelak itu menjadi tanggungjawab saya sebagi sulung keluarga. Beliau cukup menikmati hari-harinya dengan penuh kebahagiaan, mendapatkan hal-hal yang mungkin selama ini beliau inginkan namun ditahan demi mendahulukan kepentingan saya dan eki, memberi rumah yang nyaman, waktu istirahat yang cukup, bermain dengan cucu-cucunya (hahahah,,nikah dulu inda baru bisa terwujud kalo harapan yang ini) dan tentu berbakti lebih banyak lagi untuk beliau. Semoga suatu hari nanti dicukupkan rezeki saya untuk membawa beliau beribadah haji,,,aamiin

Sekian dan terimakasih

Bogor, Selasa 24 Mei 2015

Pukul 14.19 WIB

Senin, 14 Desember 2015

Iseng lagi

Niatnya cuma posting satu tulisan yang sudah beberapa hari jadi draft di lapotop
dan entah kenapa malah ada kesalahan,, postigan lama terpublikasi ulang,,,yaa sudahlah
toh itu postingan tentang kesyukuranku untuk jadwal ujian meja yang sudah lama ditunggu-tunggu

Kubiarkan saja karena rasanya pas dengan momen sekarang,,masa-masa galau waktu S1 dulu karena kebelet segera selesai seperti terulang lagi sekarang (yaa iyalah,,klo sekarang mah bukan main-main lagi kebeletnya,,siapa yang mau bayar 3 juta lagi untuk satu semester)

Akhirnya tangan ini gatal untuk menulis satu postingan ini lagi
Minggu depan, 21 Desember 2015 insyaAllah saya bakal seminar hasil
Tanggalnya mungin tidak secantik momen S1 dulu tapi semoga hasilnya seindah dulu
Belum berasa dumba'-dumba' tapi lebih ke perasaan khawatir,,bagaimana klo Ibu D*ah tidak bisa hadir,,bagaimana kalo pak A*ex yang jadi moderator,,bagaimana kalau saya nervous dan jadi ngeblank,,semoga tidak ya Allah

Tekad ku untuk segera lulus S2 ini jauh lebih besar dari S1 dulu
Saya harus segera selesai biar tidak bayar spp lagi,,
saya harus segera selesai karena saya kangen mama, adek, dan Makassar
saya harus segera selesai karena saya mau segera bisa bekerja untuk bantu mama
pokoknya lebih banyak pendorong untuk segera selesai

Tulisan ini mungkin cuma sekedar tulisan iseng ditengah kekhawatiran menjelang seminar hasil
tapi harapan yang terlampir bersama tulisan sungguh sangat besar
Harapan yang disetiap doa tidak pernah terlupa untuk dipanjatkan
Yaa kembali lagi apapun ketetapanNya itulah yang terbaik
tapi semoga momen tanggal 21 desember itu akan berjalan sesuai harapan 
Jadi begitu saya kembali ke laman blog ini setelah tanggal 21 saya akan bercerita tentang harapan baru untuk menuju menyelesaikan S2 ini,,memenuhi segala "tekad" itu...
Aaminn

Bogor, 14 Desember 2015 (22:17)



A pieces of story in bogor

Bogor...sebenarnya sudah lama sekali saya mau menulis dan menceritakan tentang sisi kehidupan baru yang saya jalani di kota hujan ini. Tapi selalu saja ada halangannya, dan malam ini mumpung lagi ingat dan lagi pengen nulis, ku buat saja sebagai draft di laptop, entah kapan akan saya post ke blog.

Bogor...kota hujan yang bahkan tidak pernah sedikit pun sebelumnya saya berfikir akan berada di kota ini. Ketika kuliah S1 dulu memang tidak pernah punya plan untuk lanjut S2. Mindset saya waktu itu, selesai kuliah langsung cari kerja. Saya tidak mau terus-terusan menyusahkan mama yang sudah sangat bekerja keras untuk menyekolahkan saya dan adik. Namun takdir berkata lain. Di penghujung masa kuliah, beasiswa BPPDN calon dosen menjadi hot topic di kampus. Beberapa senior sudah lebih dulu sukses lulus dan kuliah di pulau jawa. Tergoda??,,,ya tentu saja. Siapa yang tidak mau lanjut kuliah, dibiayai,, plus biaya hidup yang tidak sedikit dan menjadi calon dosen pula. Tekad itu pun tumbuh seketika, dan tumbuh sangat cepat.  Kondisi waktu itu pun menyulitkan saya untuk mendapat pekerjaan. Akhirnya lanjut kuliah S2 menjadi alternatif paling menggiurkan saat itu. Mama dan keluarga pun menyetujui. Dan mengalirlah semuanya. Tapi jangan fikir kalau saya mendapatkannya dengan mudah. Berbeda dengan kebanyakan teman saya, banyak perjuangan yang harus saya lewati. Saya memang mempersipakan semuanya dengan lebih serius. Dibandingkan teman saya yang lain, kalau bisa dibilang saya mempersiapkan lebih memang. Target saya waktu itu memang antara UGM atau IPB. Untuk ke UGM saya butuh sertifikat TOEFL dan TPA minimal 500. Dan untuk itulah saya berjuang lebih. Uang beasiswa terakhir saya gunakan untuk daftar tes TOEFL dan TPA. Saya tidak ikut kursus seperti beberapa teman ataupun senior saya. Tidak ada biaya. Saya pun berusaha belajar sendiri. Baca buku ini itu, buka web sana sini. Sampai akhirnya saya berhasil dapat sertifikatnya tapi untuk TOEFL saya memperoleh skor di bawah 500. Melalui beberapa pertimbangan, salah satunya karena skor TOEFL di bawah 500, saya daftarnya di IPB. Memilih jurusan pun melalui serangkaian galau, konsul sana sini, dan shalat istikharah (mungkin karena perjuangan ini pulalah, saya selalu mendapat sumber kekuatan, bahwa apa yang saya jalani sekarang tidak mudah, butuh perjuangan. Ketika saya menulis ini pun, entah kenapa ada setitik rasa haru jika harus menoleh kembali pada serangkain cerita yang mengiringi saya ke kota ini). Alhamdulillah setelah melalui pengumuman yang cukup mendramatisir dan menegangkan akhirnya saya dan beberapa teman lulus di IPB dengan jurusan berbeda-beda. Untuk saya dan keluarga, ini adalah suatu prestasi. Belum ada keluarga dekat (saudara mama/bapak atau sepupu) yang S2. I’m the first.
Bogor...kini menjadi rumah kedua bagi saya. Tadi ketika melewati jalan di Bara, saya tersadar sudah banyak sekali orang yang saya kenal dan mengenal saya di lingkungan ini. Bagaikan sudah menjadi bagian dari lingkungan ini. Ini pula yang mendorong saya untuk menulis malam ini, mewek malam ini.

Bogor...ketika pertama kali menapakkan kaki di kota ini benar-benar excited. Ini pengalaman baru untuk saya. Pertama kalinya naik pesawat, pertama kalinya keluar pulau sulawesi, pertama kalinya pergi jauh tanpa mama. Semua saya lewati dengan penuh semangat, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Saya juga mendapat dukungan penuh keluarga. Kuliah dengan suasana yang sangat berbeda, utamanya untuk kedisiplinan. Bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, mendapat pelajaran dari dosen yang mumpuni. Bagi saya ini semua adalah kesempatan langka. Belum lagi kesempatan jalan-jalan, akhirnya bisa melihat Jekardaaa...dan tempat di jakarta yang pertama kali kami kunjungi waktu itu adalah tanah abang,,hahahahaha,,dengan uang yang lumayan banyak hasil rapelan 3 bulan beasiswa, kami belanja sepuasnya,,bak OKB,,yaa lucu bila mengingatnya lagi. Alhamdulillah, saya juga sudah sempat membawa mama dua kali ke sini (insyaAllah ketiga kalinya nanti sama Eki kalau wisuda ka...Aamiin). Berkat uang beasiswa juga tentunya, saya bisa beli tiket pesawat untuk mama, bawa mama jalan-jalan ke Jakarta, ke tanah abang, ke ragunan, TMII, taman bunga, bisa merilekskan mama sementara dari beban dan kerja kerasnya selama di Makassar, tentunya apa yang saya lakukan selama mama di Bogor tidak ada apa-apanya dengan perjuangan beliau selama ini. Saya harus lebih sukses lagi, untuk membuat mama lebih bahagia. Lanjuttt...saya juga sempat jalan-jalan ke Bandung,,dan daebak moment itu,,saya bisa mencapai puncak Merapi.

Bogor...tentu tidak hanya kisah bahagia yang disajikan. Selama 2 tahun setengah di sini banyak pula kisah sedih. Mulai dari homesick yang sering menyerang tiba-tiba, makanan yang tidak sesuai selera, kosan yang selalu saja ada kurangnya. Kosan pertama horor dan suka banjir, kosan kedua listrik sama airnya mahal, ibu bapak kos nya juga rese. Di kosan ketiga inilah baru kami mendapat sedikit ketenangan. Itu belum seberapa,,hal pahit lainnya lebih banyak datang dari sisi akademik. Tugas, praktikum, dan laporan yang menyita waktu. Belum lagi ujian yang super ketat, sangat berbeda atmosfernya ketika ujian di UNM dulu, bau persaingan sangat ketat di sini. Puncaknya adalah masa-masa penelitian. Baik,,cerita tentang penelitian saya akan mengambil porsi yang lebih besar. Diawali dengan masa-masa mencari judul penelitian, saya dan dua sahabat saya Selis dan Pinta mondar-mandir sana sini, dari dosen satu ke dosen lain cari proyekan untuk penelitian. Sampai akhirnya saya dapat judul lebih dulu tentang teh daun zaitun, disusul Pinta yang dapat judul tentang padi SRI, lalu Selis tentang dead wood. Mulailah kami dengan perjuangan masing-masing. Namun ternyata saya bernasib sedikit lebih buruk dibanding yang lain. Sudah kolokium, sudah mempersiapkan semuanya, bela-belain pulang liburan dari Makassar lebih cepat untuk bisa mulai penelitian tapi tiba-tiba dosen pembimbing bilang proyek kerjasama ini dibatalkan. Kaya disambar petir di siang bolong. Saya masih ingat persis kejadian siang itu. Di ruang dosen, saya diberitahu, dan dengan menahan tangis saya pulang. Fikiran kacau balau, nyesekkk. Saya masih dalam perjalanan pulang waktu itu,,masih di taman-taman kampus, tapi rasanya tidak sanggup lagi luapan air mata yang memaksa mengalir,,rasa nyesek semakin myesek. Akhirnya saya menangis, dipenggiran taman, saya tidak peduli kalau ada yang dilihat,,toh disini hal seperti itu sudah biasa,,banyak mahasiswa lain yang juga frustrasi lalu menangis di tempat umum. Saya telfon mama dan menceritakan semuanya sambil menangis. Ini pertama kalinya dalam hidup saya menangis di hadapan mama. Sesedih apapun, saya selalu berusaha tidak menampakkan langsung ke mama. Tapi hari itu, saya seperti didorong dari jurang ke lembah yang sangat dalam. Saya butuh pegangan, dan yang terfikir hanya mama. Pada akhirnya memang mama lah,,manusia yang selalu jadi tempat berpegang. Singkat cerita,,alhamdulillah saya bisa bangkit setelah melalui serangkain pertimbangan, ikhtiar, dan doa saya melanjutkan penelitian zaitun. Konsekuensinya, saya harus menggunakan biaya sendiri. Tabungan yang awalnya akan saya gunakan ketika selesai kuliah nanti (mau mulai nabung ceritanya buat beli rumah dan menghaji kan mama,,insyaAllah ada rezeki lain) akhirnya digunakan untuk biaya penelitian yang tidak murah. Belum lagi perjuangan bolak balik, Bogor-Depok dan Bogor-Serpong yang lumayan menguras biaya, waktu dan tenaga (tapi lumayan nambah pengalaman juga, mungkin di lain sesi saya kan cerita lebih banyak).

Bogor...teryata tidak sampai disitu saja perjuangan saya. Target awal untuk selesai 2 tahun..molor jauh. Sekarang saya sudah berada di ujung semester 5. Semua menjadi sangat berubah. Yang dulunya dapat uang bulanan dari om Dikti,,sekarang tidak lagi. Uang simpanan sudah habis untuk bayar SPP, bayar kos, tiket pesawat, dan beli laptop. Yang dulunya mau belanja bisa seenaknya saja,,sekarang harus berfikir beberapa kali dulu,,dikalkulasi dulu dengan kebutuhan sehari-hari. Saya benar-benar tidak ada penghasilan. Mau kerja, tidak tau mau kerja apa. Beberapa kali mama pernah kirim uang, itu malunya bukan main. Yang dulunya saya janji tidak akan menyusahkan mama kalau saya lanjut S2,,malah sekarang dikirimi uang. Sungguh saya tidak menginginkan situasi ini. Tapi ternyata semakin hari kondisi semakin buruk. Uang terus menipis, sementara progres tesis tidak ada. Ini resiko saya, memilih pembimbing yang perfeksionis (kalau tidak dibilang teralu sibuk sampai lupa sama mahasiswa bimbingan). Draft saya sering mengendap sampai dua bulan di meja dosen baru dikoreksi. Yaa ini adalah salah satu duka juga selama kulaih di Bogor, di php dan kena semprot dosen. Target untuk selesai Oktober 2015, nyatanya sudah terlewat jauh. Sekarang sudah Desember 2015 (alhamdulillah sudah ada jadwal seminar hasil tanggal 21 nanti), perjalanan untuk selesai nampaknya masih jauh. Apa harus bayar SPP lagi?? Bilang ke mama nya bagaimana?? Dapat uang dari mana??..pertanyaan-pertanyaan itu yang belakangan jadi mimpi buruk. Entah apa solusinya.

Bogor...malam ini tidak hujan, namun udara dinginnya masih tetap terasa. Malam ini seharusnya saya belajar untuk persiapan seminar, tapi sungguh sangat ingin menulis. Semoga pengalaman seminar nanti bisa saya ceritakan lagi dalam bab pengalaman menggembirakan di tulisan berikutnya.

Makassar...malam ini saya merindukan malamnya, anginnya, suasananya dan utamanya orang terkasih yang ada di sana,,mama dan adekku. Untuk mereka dan karena merekalah saya tetap berjuang dan tetap kuat sampai saat ini. Dari awal tujuan saya memang hanya satu, ingin sukses untuk bisa membahagiakan dan membanggakan mama. Selama ada di Bogor ini juga, Eki berubah banyak sikapnya ke saya, jadi lebih patuh dan menghargai saya. Semoga apa yang saya citakan segera tercapai. Meski saya sangat mencintai kota ini dan sudah menganggapnya rumah kedua,,tapi rasanya sudah cukup lama saya di sini, saya harus segera pulang, ke kota saya, ke tempat dimana seharusnya saya berada. Semoga bisa segera terwujud. Dan ketika itu terjadi,,Bogor akan tetap menyimpan sejuta kenangan, yang ketika orang menyebutkan nama kota ini maka seketika itu pula potret kenangan akan kota ini akan menyeruak. Tentang perjuangan, tentang persahabatan, tentang suka dan duka. Saat ini saya sedang menangis sambil menulis bagian ini, mungkin karena memang Bogor memang pantas untuk dikenang,,pantas untuk menjadi rumah kedua...

Bogor,,biarlah kau tetap menjadi bagian dari kenangan ku,,kini perlahan lepaskan lah aku untuk kembali ke kota ku,,masih banyak cita yang ingin saya capai,,namun tidak di dirimu Bogor.


Bogor, 9 Desember 2015 (pukul 22.25 WIB)

Alhamdulillah yahh...

Alhamdulillah...tidak ada lagi yang bisa kuucap selain kata itu
Akhirnya momen yang kutunggu-tunggu tiba,,
Delapan-Delapan memang jadi lucky numberku utk bulan ini
Sesuai harapan bisa ujian meja di angka cantik itu..
Alhamdulillah yahh :)

Ternyata mendekati hari H,,nervousx biasa2 aja
masih lebih nervous waktu seminar hasil (sokx deh)
Mungkin krn sdh 3 minggu berturut-turut liat temanku ujian meja
yahh,,atmosferx jadi g' terlalu menegangkan

Dan skali lagi dengan Alhamdulillah yang lebih besar lagi kuakhiri momen itu..


Sabtu, 18 Oktober 2014

11 tahun

Kala itu...di hari yang sama
11 tahun silam, 18 Oktober 2003
Adalah hari paling kelabu dalam hidupku
Tidak hanya aku, adikku yang baru kelas 2 SD, masih terlalu kecil utk menerima semuanya
Terlebih mamaku,,wanita yang sudah menemanimu belasan tahun, membina rumah tangga bersama dari titik nol
Dan kini harus mengarunginya seorang diri karena kepergianmu

Hari ini..setelah 11 tahun
Luka dan perihnya masih terasa
Meski perlahan kenangan tentangmu banyak yang memudar
Tapi itu pula yang membuatku sadar bahwa sudah begitu lama kau meninggalkan kami
Aku hanya punya kenangan bersamamu hingga usia 13 tahun,,dan kini tak banyak lagi yang bisa kuingat

Aku tak punya file fotomu seperti kebanyakan orang yang punya file foto bapaknya
Dulu belum ada hp canggih atau kamera digital
Pun ada,,kami pasti tidak punya
Di sisa hidupmu,,kau ada di titik tersulit hidupmu
Yang memaksa kami harus berhemat segalanya
Dia tentu tidak menginginkan itu..terlihat dari kegigihannya bekerja untuk tetap menghidupi kami, membahagiakan kami
Tak dihiraunya sakit dalam dirinya
Dibuangnya harga dirinya
Untuk kami
Hanya untuk kami

Aku hanya punya beberapa lembar fotonya yang akan kujaga seumur hidupku

Bayangan wajahnya kadang memudar dari ingatan
Sudah 11 tahun aku tak melihatnya
Meski sesekali dia muncul dalam mimpi
Wajahnya kadang nampak samar
Di pas foto terakhir miliknya,,dia terlihat lebih gemuk..kata orang pengaruh infus dan obat2an
Beliau tentu tak semakmur dulu di akhir hidupnya
Ada garis keras di wajahnya menandakan usahanya yang berlebih belakangan
Wajahnya lebih hitam,, terbakar matahari mungkin
Ke sana kemari menjual rotinya dengan motor butut yang lebih sering dia dorong

Sungguh...banyak sudah pengorbananmu
Ku yakin kau lelah kala itu
Bahkan sakit mungkin
Namun kau tahan sendiri
Kau telan sendiri pahit itu
Kau mungkin berfikir kami masih terlalu kecil untuk menanggung semua itu

Meski tak banyak lagi yang bisa kukenang bersamamu
Meski rona wajahmu kadang memudar
Tapi percayalah rasa sayang ini tak pernah pudar
Aku selalu bangga memiliki Bapak sepertimu
Sosok yang cerdas,,yang telah mengajariku banyak hal
Sosok yang tangguh, tegas
Namun tak pernah lepas dari rasa humornya

Tentu selera humormu itu menjadi bagian tak terlupakan
Kau sering membuatku tertawa
Meski aku lupa dengan detail di setiap kejadinnya

Meski tak banyak yang bisa kuingat
Tapi percayalah kau akan selalu di hatiku
Mungkin hanya sedikit memori yang tersimpan
Tapi kesan yang ditinggalkan takkan terhapus
Ketegasanmu, kecerdasanmu, kewibawaanmu, sifat lembutmu, tawa candamu akan selalu membekas dihati meski siluet gambarannya memudar

Maafkan anakmu ini yang belum sempat berbakti padamu
Yang tidak pernah sempat mengucapkan maaf padamu
Yang tidak pernah sempat berterimakasih atas cintamu
Maafkan ka Bapak
I miss u so much
Anakmu ini berjanji akan melanjutkan perjuanganmu membahagiakan keluarga kecil kita
Terutama membahagiakan Mama
Wanita yang sangat kau cintai
Wanita yang paling terluka atas pergimu
Wanita tangguh yang tetap berdiri menghadapi dunia membesarkan anaknya
Kau pantas berbangga Bapak
Wanita cantik itu,,masih setia padamu hingga kini
Tak sedikitpun ia tergoda untuk menikah lagi
Mama bilang yang terpenting baginya kini adalah anak2 nya
Aku akan membahagiakan wanita itu
Untukmu

Rabu, 01 Oktober 2014

Oktober

Awal Oktober
Entah harus kusebut apa nama perasaan ini tiap kali menyambut bulan Oktober
Selalu ada keengganan menyapanya
Tapi ada pula separuh rasa yang antusias ingin menyambutnya
Tak perlulah kusebut kini apa dua hal berbeda itu
Cukup saya dan sebagian kecil orang yang paham
Yang tau pun terkadang sering lupa betapa getirnya harus kulewati bulan ini
Karena memang rasa tak bernama itu hanya saya yang punya, saya yang tau

Malam ini hanya rindu dengan halaman blog ku
Dan tersadar betapa banyak hal yang sudah kulewatkan namun tak sempat kutuangkan di blog ini
Seperti malam2 sebelumnya pun, tulisan ini tak berjudul, tak berharap dibaca oleh yang lain
Karena seperti biasanya, saya menulis hanya untuk menumpahkan rasa yang terkadang sulit kubagi secara lisan dengan orang lain

Betapa banyak malam yang sudah kulewatkan dengan berbagai persoalanku
Yang tak sempat kubagi bahkan pada diriku sendiri lewat blog ini
Apatah lagi pada bulan Oktober ini
Malam ini...ketika hati mulai berdesir aneh seperti biasanya ketika mengawali Oktober
Barulah tersadar bahwa aku punya halaman blog yang rela jadi pendengarku
Setelah sekian malam kulewati sebelumnya dengan begitu banyak soalan

Entah apa yang sebenarnya ingin kubagi malam ini
Ingin mencurahkan masalahku yang lalu tak sempat kutuliskan..rasanya terlalu banyak
Biarlah itu berlalu seperti yang telah terjadi,,

Oktober selalu menjadi abu2 untukku
Dan itu dimulai hari ini

Tulisan malam ini sungguh tidak jelas
Tak berarah
Biarlah
Sedang banyak hal bergemuruh dihatiku
Semakin ingin kuungkap semuanya semakin tertahan dan tak tau mana yang harus kumulai dulu
Akhirnya...tulisan ini semakin tidak jelas

Mungkin di malam besok atau malam2 yang lain aku bisa bercerita lebih jelas
Lebih runut
Malam ini cukup menulis apa yang terlintas saja...meski itupun terasa sangat acak
Acak memang,,
Sulit untuk kugambarkan perasaan ini meski sudah berulang kali melewatinya

Cukup celoteh malam ini
Sudah semakin absurd
Malam besok...bisa kuceritakan lagi
Semoga tidak sekacau ini

Keep smile Inda
Keep fight
Keep pray


Jumat, 05 September 2014

Good bye Zaitun

Karena apapun bisa terjadi
Bahkan ketika kita merasa semua berjalan baik-baik saja dan sebagaimana mestinya
Mungkin hukuman atau cobaan

Hukuman atas dosa dan khilaf yg sering terabai
Atau cobaan sebagaimana hakikatnya manusia
Apapun itu..semua tetap harus dijalani
Cukup sabar dan doa yang menemani

Bukan bermaksud naif
Bohong kalau tak ada sedih dan kesal yang terselip di sela sabar itu
Tapi selalu ada pula harapan bahwa akan ada ganti yang lebih indah

Pelajaran besar...khususnya untuk saya pribadi
Belajar untuk ikhlas
Belajar untuk sabar
Belajar untuk tak lepas berdoa
Belajar untuk tak menyerah
Belajar untuk tak lelah belajar

Karena selalu ada hal yang bisa disyukuri
Setidaknya belum terlalu terlambat
Setidaknya saya bisa dapat hal baru
Dan insyaAllah "yang hilang" itu akan diganti dengan yang lebih baik
Lebih "keren"

Good bye ZAITUN
Saya akan dapat ganti yang lebih baik
InsyaAllah