Bogor...sebenarnya sudah lama
sekali saya mau menulis dan menceritakan tentang sisi kehidupan baru yang saya
jalani di kota hujan ini. Tapi selalu saja ada halangannya, dan malam ini
mumpung lagi ingat dan lagi pengen nulis, ku buat saja sebagai draft di laptop,
entah kapan akan saya post ke blog.
Bogor...kota hujan yang bahkan
tidak pernah sedikit pun sebelumnya saya berfikir akan berada di kota ini.
Ketika kuliah S1 dulu memang tidak pernah punya plan untuk lanjut S2. Mindset
saya waktu itu, selesai kuliah langsung cari kerja. Saya tidak mau
terus-terusan menyusahkan mama yang sudah sangat bekerja keras untuk
menyekolahkan saya dan adik. Namun takdir berkata lain. Di penghujung masa
kuliah, beasiswa BPPDN calon dosen menjadi hot topic di kampus. Beberapa senior
sudah lebih dulu sukses lulus dan kuliah di pulau jawa. Tergoda??,,,ya tentu
saja. Siapa yang tidak mau lanjut kuliah, dibiayai,, plus biaya hidup yang
tidak sedikit dan menjadi calon dosen pula. Tekad itu pun tumbuh seketika, dan
tumbuh sangat cepat. Kondisi waktu itu
pun menyulitkan saya untuk mendapat pekerjaan. Akhirnya lanjut kuliah S2
menjadi alternatif paling menggiurkan saat itu. Mama dan keluarga pun
menyetujui. Dan mengalirlah semuanya. Tapi jangan fikir kalau saya
mendapatkannya dengan mudah. Berbeda dengan kebanyakan teman saya, banyak
perjuangan yang harus saya lewati. Saya memang mempersipakan semuanya dengan
lebih serius. Dibandingkan teman saya yang lain, kalau bisa dibilang saya
mempersiapkan lebih memang. Target saya waktu itu memang antara UGM atau IPB.
Untuk ke UGM saya butuh sertifikat TOEFL dan TPA minimal 500. Dan untuk itulah
saya berjuang lebih. Uang beasiswa terakhir saya gunakan untuk daftar tes TOEFL
dan TPA. Saya tidak ikut kursus seperti beberapa teman ataupun senior saya.
Tidak ada biaya. Saya pun berusaha belajar sendiri. Baca buku ini itu, buka web
sana sini. Sampai akhirnya saya berhasil dapat sertifikatnya tapi untuk TOEFL
saya memperoleh skor di bawah 500. Melalui beberapa pertimbangan, salah satunya
karena skor TOEFL di bawah 500, saya daftarnya di IPB. Memilih jurusan pun
melalui serangkaian galau, konsul sana sini, dan shalat istikharah (mungkin
karena perjuangan ini pulalah, saya selalu mendapat sumber kekuatan, bahwa apa
yang saya jalani sekarang tidak mudah, butuh perjuangan. Ketika saya menulis
ini pun, entah kenapa ada setitik rasa haru jika harus menoleh kembali pada
serangkain cerita yang mengiringi saya ke kota ini). Alhamdulillah setelah
melalui pengumuman yang cukup mendramatisir dan menegangkan akhirnya saya dan
beberapa teman lulus di IPB dengan jurusan berbeda-beda. Untuk saya dan
keluarga, ini adalah suatu prestasi. Belum ada keluarga dekat (saudara
mama/bapak atau sepupu) yang S2. I’m the first.
Bogor...kini menjadi rumah kedua
bagi saya. Tadi ketika melewati jalan di Bara, saya tersadar sudah banyak
sekali orang yang saya kenal dan mengenal saya di lingkungan ini. Bagaikan
sudah menjadi bagian dari lingkungan ini. Ini pula yang mendorong saya untuk
menulis malam ini, mewek malam ini.
Bogor...ketika pertama kali
menapakkan kaki di kota ini benar-benar excited. Ini pengalaman baru untuk
saya. Pertama kalinya naik pesawat, pertama kalinya keluar pulau sulawesi,
pertama kalinya pergi jauh tanpa mama. Semua saya lewati dengan penuh semangat,
saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Saya juga mendapat dukungan penuh
keluarga. Kuliah dengan suasana yang sangat berbeda, utamanya untuk
kedisiplinan. Bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, mendapat
pelajaran dari dosen yang mumpuni. Bagi saya ini semua adalah kesempatan
langka. Belum lagi kesempatan jalan-jalan, akhirnya bisa melihat
Jekardaaa...dan tempat di jakarta yang pertama kali kami kunjungi waktu itu
adalah tanah abang,,hahahahaha,,dengan uang yang lumayan banyak hasil rapelan 3
bulan beasiswa, kami belanja sepuasnya,,bak OKB,,yaa lucu bila mengingatnya
lagi. Alhamdulillah, saya juga sudah sempat membawa mama dua kali ke sini
(insyaAllah ketiga kalinya nanti sama Eki kalau wisuda ka...Aamiin). Berkat
uang beasiswa juga tentunya, saya bisa beli tiket pesawat untuk mama, bawa mama
jalan-jalan ke Jakarta, ke tanah abang, ke ragunan, TMII, taman bunga, bisa merilekskan
mama sementara dari beban dan kerja kerasnya selama di Makassar, tentunya apa
yang saya lakukan selama mama di Bogor tidak ada apa-apanya dengan perjuangan
beliau selama ini. Saya harus lebih sukses lagi, untuk membuat mama lebih
bahagia. Lanjuttt...saya juga sempat jalan-jalan ke Bandung,,dan daebak moment
itu,,saya bisa mencapai puncak Merapi.
Bogor...tentu tidak hanya kisah
bahagia yang disajikan. Selama 2 tahun setengah di sini banyak pula kisah
sedih. Mulai dari homesick yang sering menyerang tiba-tiba, makanan yang tidak
sesuai selera, kosan yang selalu saja ada kurangnya. Kosan pertama horor dan
suka banjir, kosan kedua listrik sama airnya mahal, ibu bapak kos nya juga
rese. Di kosan ketiga inilah baru kami mendapat sedikit ketenangan. Itu belum
seberapa,,hal pahit lainnya lebih banyak datang dari sisi akademik. Tugas,
praktikum, dan laporan yang menyita waktu. Belum lagi ujian yang super ketat,
sangat berbeda atmosfernya ketika ujian di UNM dulu, bau persaingan sangat
ketat di sini. Puncaknya adalah masa-masa penelitian. Baik,,cerita tentang
penelitian saya akan mengambil porsi yang lebih besar. Diawali dengan masa-masa
mencari judul penelitian, saya dan dua sahabat saya Selis dan Pinta mondar-mandir
sana sini, dari dosen satu ke dosen lain cari proyekan untuk penelitian. Sampai
akhirnya saya dapat judul lebih dulu tentang teh daun zaitun, disusul Pinta
yang dapat judul tentang padi SRI, lalu Selis tentang dead wood. Mulailah kami
dengan perjuangan masing-masing. Namun ternyata saya bernasib sedikit lebih
buruk dibanding yang lain. Sudah kolokium, sudah mempersiapkan semuanya,
bela-belain pulang liburan dari Makassar lebih cepat untuk bisa mulai
penelitian tapi tiba-tiba dosen pembimbing bilang proyek kerjasama ini
dibatalkan. Kaya disambar petir di siang bolong. Saya masih ingat persis
kejadian siang itu. Di ruang dosen, saya diberitahu, dan dengan menahan tangis
saya pulang. Fikiran kacau balau, nyesekkk. Saya masih dalam perjalanan pulang
waktu itu,,masih di taman-taman kampus, tapi rasanya tidak sanggup lagi luapan
air mata yang memaksa mengalir,,rasa nyesek semakin myesek. Akhirnya saya
menangis, dipenggiran taman, saya tidak peduli kalau ada yang dilihat,,toh
disini hal seperti itu sudah biasa,,banyak mahasiswa lain yang juga frustrasi
lalu menangis di tempat umum. Saya telfon mama dan menceritakan semuanya sambil
menangis. Ini pertama kalinya dalam hidup saya menangis di hadapan mama.
Sesedih apapun, saya selalu berusaha tidak menampakkan langsung ke mama. Tapi
hari itu, saya seperti didorong dari jurang ke lembah yang sangat dalam. Saya
butuh pegangan, dan yang terfikir hanya mama. Pada akhirnya memang mama
lah,,manusia yang selalu jadi tempat berpegang. Singkat cerita,,alhamdulillah
saya bisa bangkit setelah melalui serangkain pertimbangan, ikhtiar, dan doa
saya melanjutkan penelitian zaitun. Konsekuensinya, saya harus menggunakan
biaya sendiri. Tabungan yang awalnya akan saya gunakan ketika selesai kuliah
nanti (mau mulai nabung ceritanya buat beli rumah dan menghaji kan
mama,,insyaAllah ada rezeki lain) akhirnya digunakan untuk biaya penelitian
yang tidak murah. Belum lagi perjuangan bolak balik, Bogor-Depok dan Bogor-Serpong
yang lumayan menguras biaya, waktu dan tenaga (tapi lumayan nambah pengalaman
juga, mungkin di lain sesi saya kan cerita lebih banyak).
Bogor...teryata tidak sampai
disitu saja perjuangan saya. Target awal untuk selesai 2 tahun..molor jauh.
Sekarang saya sudah berada di ujung semester 5. Semua menjadi sangat berubah.
Yang dulunya dapat uang bulanan dari om Dikti,,sekarang tidak lagi. Uang
simpanan sudah habis untuk bayar SPP, bayar kos, tiket pesawat, dan beli
laptop. Yang dulunya mau belanja bisa seenaknya saja,,sekarang harus berfikir
beberapa kali dulu,,dikalkulasi dulu dengan kebutuhan sehari-hari. Saya
benar-benar tidak ada penghasilan. Mau kerja, tidak tau mau kerja apa. Beberapa
kali mama pernah kirim uang, itu malunya bukan main. Yang dulunya saya janji
tidak akan menyusahkan mama kalau saya lanjut S2,,malah sekarang dikirimi uang.
Sungguh saya tidak menginginkan situasi ini. Tapi ternyata semakin hari kondisi
semakin buruk. Uang terus menipis, sementara progres tesis tidak ada. Ini
resiko saya, memilih pembimbing yang perfeksionis (kalau tidak dibilang teralu
sibuk sampai lupa sama mahasiswa bimbingan). Draft saya sering mengendap sampai
dua bulan di meja dosen baru dikoreksi. Yaa ini adalah salah satu duka juga
selama kulaih di Bogor, di php dan kena semprot dosen. Target untuk selesai
Oktober 2015, nyatanya sudah terlewat jauh. Sekarang sudah Desember 2015
(alhamdulillah sudah ada jadwal seminar hasil tanggal 21 nanti), perjalanan
untuk selesai nampaknya masih jauh. Apa harus bayar SPP lagi?? Bilang ke mama
nya bagaimana?? Dapat uang dari mana??..pertanyaan-pertanyaan itu yang
belakangan jadi mimpi buruk. Entah apa solusinya.
Bogor...malam ini tidak hujan,
namun udara dinginnya masih tetap terasa. Malam ini seharusnya saya belajar
untuk persiapan seminar, tapi sungguh sangat ingin menulis. Semoga pengalaman
seminar nanti bisa saya ceritakan lagi dalam bab pengalaman menggembirakan di
tulisan berikutnya.
Makassar...malam ini saya
merindukan malamnya, anginnya, suasananya dan utamanya orang terkasih yang ada
di sana,,mama dan adekku. Untuk mereka dan karena merekalah saya tetap berjuang
dan tetap kuat sampai saat ini. Dari awal tujuan saya memang hanya satu, ingin
sukses untuk bisa membahagiakan dan membanggakan mama. Selama ada di Bogor ini
juga, Eki berubah banyak sikapnya ke saya, jadi lebih patuh dan menghargai
saya. Semoga apa yang saya citakan segera tercapai. Meski saya sangat mencintai
kota ini dan sudah menganggapnya rumah kedua,,tapi rasanya sudah cukup lama
saya di sini, saya harus segera pulang, ke kota saya, ke tempat dimana
seharusnya saya berada. Semoga bisa segera terwujud. Dan ketika itu
terjadi,,Bogor akan tetap menyimpan sejuta kenangan, yang ketika orang
menyebutkan nama kota ini maka seketika itu pula potret kenangan akan kota ini
akan menyeruak. Tentang perjuangan, tentang persahabatan, tentang suka dan
duka. Saat ini saya sedang menangis sambil menulis bagian ini, mungkin karena
memang Bogor memang pantas untuk dikenang,,pantas untuk menjadi rumah kedua...
Bogor,,biarlah kau tetap menjadi
bagian dari kenangan ku,,kini perlahan lepaskan lah aku untuk kembali ke kota
ku,,masih banyak cita yang ingin saya capai,,namun tidak di dirimu Bogor.
Bogor, 9 Desember 2015
(pukul 22.25 WIB)